Marlan Rohmansah Nijuichi Sangetsu: si buta dan si bungkuk

Minggu, 27 November 2011

si buta dan si bungkuk

diuatu
kampung tinggallah dua orang pemuda sebaya.
Mereka bersahabat akrab sekali. Kemana pun
mereka pergi selalu bersama. Boleh dikata tidak
pernah terjadi pertengkaran di antara mereka. Jika
yang seorang sedang marah, yang seorang lagi
berdiam diri atau membujuk sehingga
kemarahannya reda. Begitu juga jika ada
kesulitan, selalu mereka atasi bersama.
Pada dasarnya, mereka memang saling
membutuhkan karena keadaan tubuh mereka
mengharuskan demikian. Pemuda yang satu
bertubuh kekar, tetapi buta matanya; pemuda
yang lain dapat melihat, tetapi bungkuk tubuhnya.
Olehkarena itu, orang menyebut mereka si Buta
dan si Bungkuk.
Si Buta sangat baik hatinya. Tidak sedikit pun is
curiga kepada temannya, si Bungkuk. Ia percaya
penuh kepada temannya itu, walaupun si
Bungkuk sering menipu dirinya. Kejadian itu
selalu berulang setiap mereka menghadiri
selamatan. Si Buta selalu duduk berdampingan
dengan si Bungkuk. Pada saat makan, si Buta
selalu mengeluh.
“Pemilik rumah ini kikir sekali!” bisiknya kepada si
Bungkuk agar jangan didengar orang lain. “Tak
ada secuil pun ikan, kecuali sayur labu.”
Si Bungkuk hanya tersenyum karena keluhan
temannya itu akibat ulahnya. Secara diam-diam ia
memotong daging ayam yang cukup besar di
piring si Buta dan ditukar dengan sayur labu.
Akibatnya, piring gulai si Buta hanya berisi sayur
labu.
Si Bungkuk merasa bahagia bersahabat dengan si
Buta. Setiap ada kesempatan, ia dapat
memanfaatkan kebutaan mata temannya untuk
kepentingan sendiri. Si Buta yang tidak
mengetahui kelicikan si Bungkuk juga merasa
senang bersahabat dengan temannya itu. Setiap
saat si Bungkuk dapat menjadi matanya.
Pada suatu hari, si Bungkuk mengajak si Buta
pergi berburu rusa. Tidak jauh dari kampung
mereka ada hutan lebat. Bermacam-macam
margasatwa hidup di sana seperti burung,
siamang, binatang melata, dan rusa.
Konon, pada waktu itu belum ada pemburu
menggunakan senapan untuk membunuh hewan
buruan. Pendudukyang ingin mendapatkan rusa
atau binatang lain biasanya menggunakan jerat
yang diseebut jipah (faring). Kadang mereka
berburu menggunakan anjing pelacak dan
tombak. Cara ini akan dipakai si Bungkuk dan si
Buta untuk berburu.
“Kalau kita dapat membunuh seekor rusa,
hasilnya kita bagi dua sama rata,” ujar si
Bungkuk.
Tentu saja si Buta sangat gembira mendengar hal
itu. itua segera menuntun anjing pelacak yang
tajam India penciumannya, sedangkan si
Bungkuk siap dengan tombak di tangan
kanannya. Mereka berdua mengikuti arah yang
ditunjukkan anjing pelacak itu.
Rupanya hari itu mereka bernasib balk. Seekor
rusa jantan yang cukup besar berhasil mereka
tombak. Tanduknya bercabang-cabang indah dan
layak dijadikan hiasan dinding.
Si Bungkuk segera membagi rusa hasil buruan itu
menjadi dua bagian. Akan tetapi, dengan segala
kelicikannya, si Buta hanya mendapat tulang-
tulang. Daging dan lemak rusa diambil si
Bungkuk.
“Karena daging rusa sudah dibagi, kita masak
sendiri sesuai selera kita,” kata si Bungkuk.
Si Buta menurut saja karena pikirnya memang
demikian seharusnya. Padahal dengan cara itu, si
Bungkuk bermaksud agar daging yang
dimilikinya jangan secuil pun dimakan si Buta.
Walaupun si Buta tidak dapat melihat,
kemampuannya memasak gulai tidak diragukan
sedikit pun. Terbit air liur si Bungkuk mencium
bau masakan si Buta. Si Bungkuk tidak pandai
memasak.
Si Buta Dan Si BungkungAkhirnya, si Bungkuk
dan si Buta menghadapi masakan rusa yang telah
mereka masak dan siap menyantapnya.
“Sedaap!” kata si Bungkuk sambil memasukkan
potongan daging yang besar ke dalam mulutnya.
“Nikmat!” kata si Buta sambil mengambil
sepotong tulang yang besar dari piring dan
menggigitnya. Si Buta bersungut-sungut karena
yang digigit, ternyata tulang semua.
“Sayang,” katanya, “rusa begitu besar, tetapi tak
punya daging! Besok kita berburu lagi, tetapi rusa
itu harus gemuk dan banyak dagingnya.”
Si Bungkuk tersenyum mendengar perkataan si
Buta. Si Buta merasa sayang jika tulang-tulang
rusa yang telah dimasaknya dengan susah payah
tidak dimakan. Oleh karena itu, is mencoba
menggigit tulang itu lagi. Akan tetapi, tulang itu
sangat keras sehingga tetap tidak tergigit.
Hal itu membuat si Buta semakin penasaran. la
mengerahkan segenap tenaga dan menggigit
tulang itu sekuat-kuatnya hingga bola matanya
hendak keluar dari lubang mata.
Tuhan sudah menakdirkan rupanya. Keajaiban
pun terjadi. Mata si Buta tidak buta lagi.
“Aku bisa melihat!” teriaknya kegirangan. Si Buta
menatap sekelilingnya. Ketika is melihat tulang-
tulang rusa di piringnya dan di piring si Bungkuk
daging yang empuk, bukan main marahnya.
“Sekarang, terbukalah topeng kebusukanmu
selama ini!” katanya.
Si Buta memungut tulang rusa paling besar, lalu
si Bungkuk dipukul dengan tulang itu. Jeritan si
Bungkuk meminta ampun tidak dihiraukannya
sama sekali. Seluruh tubuh si Bungkuk babak
belur. Seperti si Buta, keanehan pun terjadi pada
si Bungkuk. Ketika la bangkit, ternyata
punggungnya menjadi lurus seperti orang sehat.
“Aku tidak bungkuk lagi! Aku tidak bungkuk lagi!”
teriak si Bungkuk.
Mereka berdua menari sambil berpeluk-pelukan
dan bermaaf-maafan. Persahabatan mereka pun
semakin akrab.

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar

Ayo kasih komentar .. Gratis gak bayar koq.. hahaha